"Silahkan mengutip sebagian atau seluruh tulisan di blog ini dengan SYARAT mencantumkan penaripena.blogspot.com"

Cerita Pendek

Bagaimana andainya kau jadi gadis yang berada di simpang jalan, mau bilang ini takut salah, mau laju kesana takut berdosa, padahal semua ujung jalan itu adalah segala yang ia cintai, segala yang ia sayangi. Begitu yang dirasa Lasmi, tetanggaku. Ia dilamar oleh dua pria. Satu tetangganya, satu seorang sarjana dari kota. Kalau ia pilih tangganya, ia yang ingin pergi dari kampungnya yang dirasanya sudah sumpek tak bisa terlaksana karena tangganya itu orang yang tertutup dan sayang orang tua, tak hendak ia membawa istrinya pergi merantau jika itu membuatnya jauh dari orang tua.
Sayangnya orang tua Lasmi menginginkannya jadi mantu. Si tangga itu memang teman sepermainan Lasmi, dan dulu pernah dicintainya, tapi kini ketika Lasmi sendiri tau sifat dasar si tetangga, cintanya luntur seketika.
Si sarjana dari kota lain lagi, ia cinta pada Lasmi setulus hati, sayang orang tua Lasmi tak setuju akan hubungan mereka. Lasmi kenal si sarjana belum lama, tapi ia yakin si pria itu punya pandangan luas, ia bisa membawa Lasmi melihat dunia. Sesuatu yang tabu buat para wanita di desanya buat berpikir berjauhan dari rumah asal mereka, tapi buat Lasmi, itu lah tujuan hidupnya.
Si pria sarjana selalu mengajaknya bercerita tentang kota dan gedung tinggi, gunung yang belum pernah didaki siapapun, juga air terjun dan laut yang hanya pernah didengar Lasmi dari dongeng desanya tiap kali mereka bersua. Lasmi kian tertarik, tapi rasa cintanya pada orang tua ternyata tak merelakan ia pergi. Aku harus bagaimana….pikirnya. aku tak yakin aku cinta pada si sarjana, tapi ia berikan banyak harapan yang selama ini hanya harapan kosong buatku, sementara tanggaku, ah…aku tak yakin bahwa nantinya setelah menikah apa aku akan dibolehkan keluar dari rumah sekalipun, aku sendiri tak pernah melihat ibundanya keluar dari rumah karena aturan keluarganya yang sangat ketat. Bagaimana bisa orang tuaku mengizinkanku menikah dengan pria macam itu, apa karena ia punya tanah luas berhektar-hektar? kupikir orang tuaku tak sebuta itu pada uang. Minggat bersama si sarjana juga bukan pilihan yang baik, pada siapa aku harus menuntut jawaban…apa aku harus bertanya pada Tuhan?
Tapi bercakap begitu bagaimana caranya…apa aku mesti mati dulu? Ah Lasmi, esoknya ia tergeletak tak bernyawa di kamarnya, minum racun. Yah…mungkin sekarang ia sudah tau jawaban dari Tuhan…sayang ia tak bisa kembali karena sore itu juga ia dikubur dengan isak tangis ayah, ibu dan si sarjana, sedang si tangga, ia bahkan sudah mencari calon lain semenjak surau di kampung menyiarkan kematian Lasmi. Malangnya..

0 comments:

Posting Komentar