"Silahkan mengutip sebagian atau seluruh tulisan di blog ini dengan SYARAT mencantumkan penaripena.blogspot.com"

Lastri

"Mas, Lastri pamit mas...." terakhir kali istriku bilang begitu disela tidurku, paginya ia sudah jauh entah kemana.

Tidak. Aku tak menyesal. Ini lebih baik buatnya. Lebih baik istriku minggat. Biar ia melacur, biar ia pulang ke rumah orang tuanya, atau bahkan ia menjemput kematian di rel kereta api. Itu sudah jadi keputusannya. Aku takkan menjemputnya, kalau ia ingin pulang, pasti dia pulang dan aku harap itu tak terjadi. Kami sudah hidup bersama lebih dari dua puluh tahun, tanpa anak. Kami sudah tahu bagaimana karakter masing-masing.
Hidup bersamaku mungkin jadi pilihan berat buat Lastri. Ah...istriku yang satu itu sudah terlalu banyak berbuat baik buatku dan dia penurut sekali. Umur kami beda tiga belas tahun, tapi dia tetap memanggil suaminya ini dengan panggilan 'mas', padahal aku lebih cocok jadi pamannya. Terus terang, aku yang melarikan dia dari rumahnya. Bukan, lebih tepatnya memaksa ia tinggal jauh dari orang tuanya, karena aku tak tahan dengan perilaku ibunya yang suka menghinaku, mentang-mentang aku jadi pekerja pabrik bergaji kecil waktu itu.
Setelah pergi dari rumah orang tua Lastri. Kami membangun kehidupan baru, sepuluh tahun kami bahagia meski tanpa anak, aku mandul kawan dan dari awal Lastri sudah tahu itu. Di tahun kesebelas, musibah menimpaku, kecelakaan kerja membuat kedua kakiku terpaksa diamputasi. Sungguh, waktu itu aku menangis keras sekali di pelukan Lastri. Bukan karena aku menyesal tak bisa berjalan lagi, tapi karena aku belum bisa membahagiakan Lastri. Aku kalut, waktu itu dalam pikiranku cuma ada kalut dan menyesal, bagaimana aku bisa begitu ceroboh hingga bisa celaka. Bagaimana aku mencari nafkah nanti, Lastri belum sempat punya banyak baju baru, aku belum belikan dia perhiasan-perhiasan yang ia sukai, aku belum belikan makanan-makanan yang belum sempat ia cicipi. Akh!!!

Sore sebelum Lastri pergi, kami bertengkar. Sudah sembilan tahun ia berpuas diri bekerja serabutan demi menghidupi kami berdua dan aku muak. Aku muak dengan diriku. Malam itu aku ingin menyuruhnya pergi dan aku menyulut kemarahannya, kubuat ia marah sebisaku. Aku katakan hal-hal sadis padanya, kukatai ia sekenaku hingga aku iangin menangis saking sakitnya hatiku, tapi ia bergeming seolah ia tak mendengar apapun. selesai aku bersumpah serapah, ia menyiapkan makan malam seadanya dan membaringkanku di lincak bambu. Aku masih memasang wajah masam agar ia tahu aku seruis marah padanya. Malamnya ia pergi,entah karena kesal atau entah ia tahu bahwa aku berpura-pura.
Aku bersyukur ia benar-benar pergi, biarlah laki-laki tua ini membusuk sendirian. Aku ingin kamu bahagia, cuma itu Lastri, karena denganku, kamu cuma bisa memakan penderitaan sepanjang hidupmu.

Lamunanku terhenti, hari sudah siang, senyap sekali karena tak ada Lastri dirumah ini. Aku berguling ke lantai, menarik tubuhku ke dapur, aku haus. Sampai di ambang pintu kulihat pintu ruang tamu terbuka dan kulihat sosok Lastri yang menangis. Serta merta ia jatuhkan bawaannya lalu ia berlari memburuku dan memelukku yang masih terduduk di lantai dengan erat. Entah di sebelah mana dari hatiku tiba-tiba terasa lega, lega karena melihatnya. Aku menangis, terakhir kali aku menangis adalah saat kecelakaan itu terjadi, dan kini aku menangis lagi. Nuraniku menjerit, ternyata sedetikpun aku tak ingin ia tinggalkan, sekejappun tak ingin aku tak merasakan kehadirannya. Sudah berapa lama aku tak merasakan perasaan yang meluap-luap begini.
Kelu kugerakkan bibirku, "Lastri..." aku berdebar-debar sementara istriku terus menangis memelukku, "Maaf...".
Bola mata Lastri yang berkaca-kaca sekonyong-konyong menatapku, "Mas..." dia memanggil namaku lirih, air matanya makin deras mengalir. "Seburuk apapun kamu, kamu suamiku mas..." napasnya tersengal. "Jangan suruh aku pergi dengan cara seperti itu lagi mas...", Lasri mengencangkan pelukannya, "Lastri nggak bisa pergi mas...Lastri..." suaranya sudah tak keluar, tangisnya makin keras, badannya berguncang keras. "Tampar aku Las...", aku berbisik ditelinganya. Lastri menggeleng kencang. "Sadarkan aku Las...aku sudah berbuat bodoh...", aku membujuknya. Lastri menggeleng, "Kau bunuh aku pun, aku takkan dendam mas...". "Lastri...Lastri...Lastri...Lastri...." kupeluk ia. Kusebut namanya puluhan kali. Biar ia tahu aku menyesal, biar ia tahu betapa aku mencintainya. Aku mencintai istriku. Aku mencintai Lastri.

Read More...

Surga Menjerit-Jerit Karena tak Kuasa Menahan Rindu

Ketika aku membuka mushaf, kutemukan sebuah buku kecil bertuliskan “buku prestasi santri dan kredit dirosah” milik adikku dulu sekali ketika dia masih duduk di bangku TK (2001), apa yang menarik dari buku ini, di bagian belakangnya terdapat IKRAR SANTRI, berikut saya lampirkan untuk anda.
Ikrar Santri,
Kami antriawan santriawati TK Al-Qur’an Indonesia.
Demi baktiku kepada Ilahi dan cintaku kepada Al-Qur’an suci,
Aku berjanji:
1. Rajin sholat sepanjang hayat
2. Tak lupa mengaji setiap hari
3. Berbakti kepada ayah ibu
4. Taat dan hormat kepada guru
5. Menuntut ilmu tiada jemu
6. Setia kawan dan saling memaafkan.
Subhanallah… ikrar anak-anak yang masih sangt kecil dalam usia sungguhlah mulia, jadi teringat pesan kyai kami setelah selesai shalat tarawih tadi malam yang salah satu poinyya ada dalam ikrar santri itu.
“Ger… surga itu kena pelet oleh sebagian orang hingga saking rindunya pada mereka yang telah memelet, surga itu menjerit-jerit minta pada Allah supaya segera memasukkan golongan orang-orang itu kedalamnya (ke dalam surga), kau tahu siapa saja orang yang termasuk kedalam kriteria manusia mulia yang diharapkan serta dirindukan oleh surga itu:
Pertama adalah orang yang banyak membaca Al-Qur’an di bulan ramadhan
Kedua adalah orang yang memberi makan orang yang lapar
Ketiga adalah orang yang menjaga lisannya
Dan terakhir adalah orang yang puasa di bulan ramadhan.”

Garut 24 Agustus 09 (wahai saudara-saudaraku, mari kita berlomba-lomba me-melet surga dengan Al-Qur’an, lisan, makanan dan puasa kita, kita buat surga tak berdaya karena gelora asmaranya yang merindu kita yang termasuk ke dalam kriteria).

Read More...

Laskar Keriput, Laskar Batuk-Batuk dan Laskar Bungkuk

Kubuka notebook mungilku, kutekan tombol power, setelah windows menampakkan diri, kuhantam icon microsoft word dengan kursorku hingga dua kali.
Apa yang ingin ku tulis ya? Hmm… apa aja lah yang penting nulis.
Tapi…
Setelah dipikir-pikir…
Meski menulis sekedarnya, aku tetap tak boleh melahirkan tulisan dengan kaliber sampah!
Tulisanku akan dibaca banyak orang, dan pasti akan dimintai pertanggungjawabannya suatu saat kelak.
Ok!
Begini saja…
Karena hari ini kebetulan hari pertama puasa ramadhan, akupun akan menulis sesuatu tentangnya, dan juga kebetulan saat ini aku sedang berada di serambi Mesjid Agung Garut, mesjid yang terlalu sering menemaniku menarikan pena di kala senja mulai menjelma (biasanya sekitar pukul setengah lima sorean).
Disini begitu ramai (terlebih sekarang hari pertama puasa). Orang-orang berkumpul di lapangan halaman mesjid yang teramat luas dengan berbagai kegiatan masing-masing, ngabuburit! Itulah istilah kami menyebutnya untuk menunggu datangnya waktu buka puasa. Tapi bukan hal ini yang ingin kubicarakan, ini hanyalah muqadimah (untuk memanaskan mesin diesel di tangan, otak dan hati sehingga tulisanku bisa langsung panas).
Begini… setiap tahun, dari pertama kali aku mengenal rumah ibadah yang bernama mesjid, setiap hari pertama puasa (biasanya sampai hari ke 10 atau lebih sedikit), mesjid benar-benar sesak dipenuhi jemaah.
Laki, perempuan, (bahkan beberapa orang yang setengah pria setengah wanitapun ada), tua renta, pertengahan, muda, belia hingga anak-anak ada disana, beberapa bahkan harus pulang kerumah karena tak kebagian ruang untuk melaksanakan shalat tarawih, inilah fenomena yang ingin kubicarakan disini.
Langsung ke pokok permasalahan yang tak sabar ingin aku muntahkan!
Kenapa sampai beredar pelecehan nabi dalam bentuk karikatur?
Kenapa sampai terjadi pembantaian-pembantaian umat muslim di berbagai belahan penjuru dunia?
Kenapa kita hanya seringnya berteriak dalam harap bahwa kejayaan islam akan kembali ke tangan kita tapi kita tak pernah bisa memastikan atau bahkan memulai pengambil alihan kejayaan itu dari tangan-tangan mereka yang harusnya segera binasa?
Hmm… aku punya sedikit argumen (jika salah tolong diingatkan dan jangan pernah diikuti, jika benar tolong jangan dipuji cukuplah disampaikan pada orang lain di sekelilingmu wahai pembacaku yang budiman dan semoga selalu diridhoi Tuhanku jika kita memang memeluk agama yang sama, jika tidak minta saja sendiri pada tuhanmu, jangan pada Tuhanku)
“Itu semua terjadi karena loyalitas (kesetiaan) serta cinta sebagian umat islam tidaklah kuat pada Tuhannya yaitu Allah Azza wa Jalla”
Silahkan protes dengan argumen itu, tapi tolong selesaikan dulu membaca tulisan ini.
Saksikan saja, maghrib mungkin masih memegang rekor sebagai shalat favorit umat ini, jamaah di mesjid masih yang terbanyak dihadiri.
Sekarang beranjak ke isya, tentunya lebih sedikit dari maghrib.
Subuh? Nanti… jangan bahas yang ini dulu!
Dzuhur? Waktunya makan siang atau berada di dalam perusahaan atau sekolah atau kampus atau pasar atau pertokoan dan atau-atau-atau lainnya.

Ashar, waktu terenak merebahkan tulang punggung setelah melaksanakan aktivitas seharian.
Subuh?...
“Kebanyakan yang mendominasi mesjid adalah mereka para laskar keriput, laskar batuk-batuk dan laskar bungkuk”
Woi… dimanakah kalian wahai para generasi mudaaa…
Iron stock penerus generasi agama dan bangsaaa…
Jawabannya kalau bukan masih tertidur pastilah masih terlelap, kalau bukan masih ngorok pastilah masih ngiler, kalau bukan sedang bermimpi pastilah sedang mengigau, kalau bukan sedang dipeluk selimut pastilah mata dan telinganya sedang dikencingi setan hingga ‘assholatu khairum minannaum’ yang saling bersautan dari satu mesjid ke mesjid lainnya tak mampu menembus gendang telinga atau sekedar sedikit membukakan mata.
Jikalau zionis atau ASU (artikan dalam bahasa jawa tapi membacanya dibalik dari U diakhiri dengan A) menggempur Indonesia dalam serangan fajar, yang akan paling depan melawan tentunya laskar-laskar yang kusebutkan tadi, sedangkan kaum mudanya… prediksiku mereka banyak yang mati konyol tertimpa bom atau reruntuhan ketika sedang terlelap dalam tidurnya.
Pantaslah islam seperti ini dan masih seperti ini dan entah sampai kapan terus seperti ini.
Sekarang dimanakah kejayaan itu?
Mari kita coba dari sekarang…
Sedikit berandai tak apalah…
“Andai saja jemaah sholat wajib di masjid terutama subuh bisa sepadat, sepenuh, sebanyak, sesesak, dan se-se-se lain seperti jemaah shalat tarawih di hari pertama bulan ramadhan”
Kejayaan akan datang bersujud dengan sendirinya di kaki islam, karena ketika hamba mendekati Allah Azza wa Jalla dengan berjalan, Allah mendekatiknya dengan berlari, hamba-Nya mendekati-Nya sejengkal, Allah mendekatinya sehasta, hamba-Nya mencintai-Nya sebesar biji zarrah, Allah mencintainya sebesar alam semesta, tidak percaya?
Coba saja dekati Dia,
Coba saja cintai Dia,
Dan kau akan tahu jawaban dari apa yang masih menggema sebagai tanya dikepala.
Trust me, it works!
Lihatlah… Tuhan sedang tersenyum menyaksikanmu, Dia rindu kau dekati, Dia rindu kau cintai, maka apalagi yang kau tunggu, kejar Dia, berhkhalwatlah segera bersama-Nya.
Selamat berdua-duaan!

Garut 22 agustus 09/1 ramadhan 1430 H, pukul 05.26 (hmm… napasku mulai bunyi ngik…ngik…ngik… lagi nih, ashma tampaknya bereuni ingin ikut berbuka puasa, padahal maghrib masih setengah jam lagi)

Read More...

17 Agustus 2009

Mari berbicara tentang kesehatan,
Mari berhitung tentang bertapa banyaknya kematian.

Mari berbicara tentang kesejahteraan,
Mari berhitung tentang bertapa banyaknya kemiskinan.

Mari berbicara tentang pendidikan,
Mari berhitung tentang bertapa banyaknya kebodohan.

Mari berbicara tentang pakaian,
Mari berhitung tentang bertapa banyaknya pencurian.

Mari berbicara tentang makanan,
Mari berhitung tentang bertapa banyaknya kelaparan.

Mari berbicara tentang papan,
Mari berhitung tentang bertapa banyaknya penggusuran.

Mari berbicara tentang keadilan,
Mari berhitung tentang bertapa banyaknya penyelewengan hukum kekuasaan.

Mari berbicara tentang perekonomian,
Mari berhitung tentang bertapa banyaknya hutang pinjaman.

Mari berbicara tentang pekerjaan,
Mari berhitung tentang bertapa banyaknya pengangguran.

Mari berbicara tentang janji kesetiaan,
Mari berhitung betapa banyaknya penghianat bertubuh manusia berprilaku hewan yang duduk di gedung senayan.

Mari berbicara tentang harta kekayaan bangsa pemberian Tuhan,
Mari berhitung betapa banyaknya penjarahan orang sendiri dan asing yang dilegalkan.

Mari berbicara tentang kemananan,
Mari berhitung tentang bertapa banyaknya penjahat yang masih berkeliaran.

Mari berbicara tentang kedaulatan,
Mari berhitung tentang bertapa banyaknya pulau yang kecolongan hak kepemilikan.

Mari berbicara tentang harga diri ibu pertiwi,
Mari berhitung tentang bertapa banyaknya penyiksaan dan kematian yang menimpa putri-putrinya di luar negeri.

Mari berbicara
Mari berhitung

Mari bicarakan tentang seberapa merdekanya Indonesia
Mari berhitung tentang bertapa banyaknya ke-tidak-merdekaan rakyatnya

Jakarta, 17 Agustus 2009 pukul 00.01 WIB (Jangan terlalu sering meneriakkan kata MERDEKA!!! MERDEKA!!!, karena yang berhak meneriakkan kata itu adalah para pahlawan yang gugur tanpa keinginan untuk disebut-sebut namanya oleh manusia-manusia setelah kegugurannya. Aku, kau, dia, dan kita yang hidup setelah mereka, cukuplah berbisik dalam hati, karena kita berteriak MERDEKA kebanyakan karena keinginan untuk disebut-sebut namanya, mereka telah memberikan harta, nyawa, dan tenaga untuk bangsa, sedang aku, kau, dia dan kita, apa yang telah diberikan? Malulah dengan teriakan MERDEKA dari lisan kita.)

Read More...

Salah Satu Maha Guru Tarian Penaku

“Dibakar… Teramat Panas… Sempurna Lebur… Terlahir Kembali”

Aku tak mau menulis banyak terlebih bertele-tele, aku hanya ingin menuliskan paragraf ini:

Hari ini 13 Agustus 09 pukul 19.30-20.30 di acara “mengenal lebih dekat” yang tayang di TV one, beliau benar-benar membakar habis writing skill-ku yang masih diibaratkan bongkahan tembaga, beliau membakar bongkahan tembaga itu sampai tertempa di ribuan derajat Celcius hingga bongkahan tembaga itu mulai mencair dan siap dibentuk menjadi barang yang jauh lebih bermanfaat, berharga dan bernilai. Tunggu sebentar lagi bang… Insya Allah saya menyusul masterpiece tetralogi-mu.


Garut 13 08 09 20 40 (beliau adalah salah satu maha guru tarian penaku setelah Gibran, Tere-Liye dan kang Abik, beliau adalah Laskar Pelangi, Sang Pemimpi dari tanah Edensor… Andrea Hirata).

Read More...

Mencoba Mengerti Arti Sendiri

Gelap masih kurasa,padahal sang mentari sudah diatas kepala.Dingin,sunyi dan senyap tak pernah sudi meninggalkanku.Sepi menjadi raja dihati dan pikiranku.Kenapa?

Merenung,mencoba mengerti arti kesepian diri.Menggali makna dalam kegelapan hati.Kembali mencari setetes air untuk jiwa yg haus akan kepercayaan diri.

Setelah lelah ku selami hati yg paling dalam,kini aku mengerti.Hanya kebodohan yg kudapati dari arti kesepian ini.Mengapa ku selalu merasa sendiri,padahal ada TUHAN yg tak pernah pergi.ALLAH yg selalu ada,bahkan sampai dunia musnahpun.

Tuhanku,Allahurobbi..
Ampuni aku yg selalu merasa sendiri..

Read More...

Ayahku

Dia mengumandangkan azan ditelingaku ketika pertama kali aku menghembuskan nafasku didunia..
Dia mengenalkan aku keberadaan Tuhan..
Dia memeras keringatnya demi menghidupiku..
Dia menuntunku menjalani kehidupan..
Memberikan arti perjuangan..
Mengajarkan kerja keras..
Menanamkan rasa pasrah akan takdir Tuhan yang sudah pasti terjadi..
Dia..
Mendidikku dengan segenap hati..
Memberikan ilmu yang tak pernah diajarkan disekolah manapun didunia ini..
Mencintaiku,menyayangiku..
Menjadikanku manusia yang punya arti..

Read More...

romantika berdusta

aku berdusta ketika ingin didustai
aku berdusta ketika ingin dunia tak jujur padaku
hanya ingin sekadar nerasakan kelegaan setelah berdusta
meski tak lebih dari sedikit

Tuhan tak izinkan aku berdusta
tapi
mungkin Ia mengerti
aku dan manusia punya sel dalam komponen otak dan lidahnya yang berisi hasrat berdusta

dusta itu nyata
nyata adanya
nyata terjadinya
nyata ketika yang berdusta tak lagi tahu mana yang dusta dan mana yang benar-benar benar

Read More...

the biggest book fair 2009

Untuk menghilangkan sedikit atau sekedar mengurangi keberkabungan hati ini atas kepergian sang maha guru (WS. Rendra), aku memutuskan untuk mencari obat, dan tentu saja obatnya adalah... buku!!!

Ba’da maghrib, motor kupacu berlari membelah ramainya jalanan Jogja di malam hari menuju jalan Janti untuk mendatangi suatu tempat yang bernama JEC (Jogja Expo Centre), kebetulan ditempat itu sedang ada the biggest book fair 2009.

Disana perasaanku beradu,
Aku BENCIII!!!
Tapi…
Aku BAHAGIAAA!!!
Benci karena uang yang berada di dompet terkuras dan hanya menyisakkan 3000 perak saja,
Bahagia karena kudapatkan 4 nutrisi psikotropika (sejenis opium atau CTM atau Morphin atau apalah) di book fair itu, ingin tahu apa saja jenis ke-4 psikotropika itu.
Ini dia:
1.VCD Juz ‘Amma Anak (Ahmad Saud & Al-Azzazzee), subhanallah… meskipun mereka masih anak-anak, suaranya benar-benar jernih berpadu dengan indahnya lagam qari yang dibawakan, anda harus memilikinya.

2.CD Perpustakaan digital, berisi lebih dari 4000 judul buku dalam bentuk e-book: Al-Qur’an dalam 8 bahasa (Arab, inggris, indonesia, Malaysia, Rusia, Jerman, Bosnia, Persia), ESQ, Hadits (sahih Bukhari, Muslim, Arbain) Sirah Nabawiyah, kumpulan e-book motivasi, bisnis, infestasi, cerpen-cerpen Republika, cerpen-cerpen Kompas, kisah teladan, dll (kalau disebutin semuanya kebanyakan… lebih dari 4000, bayangin aja! Dari subuh sampe subuh lagi cuma bayangin aja ga bakalan cukup waktunya).

3.Masterpiece of Erbe Sentanu dalam bukunya The Science & Miracle of Zona Ikhlas. Buku ini melengkapi buku pertama yang sudah 2 kali kuhatamkan (Quantum Ikhlas, teknologi aktivasi kekuatan hati), buku ini subhanallah banget deh! Rugi kalau anda tidak memiliki. (Sebenernya aku beli buku The Science & Miracle of Zona Ikhlas ini tidak sengaja atau lebih tepatnya terpaksa, pengen tau kenapa? Begini ceritanya… buku ini terletak di rak paling tinggi di stand Elex Media Komputindo, setelah sedikit kubaca ulasan di belakangnya, akupun mengembalikan buku itu ketempatnya semula, tapi tiba-tiba… tragedi itupun terjadi juga, buku yang kusimpan dalam posisi berdiri itu terhuyung kebelakang dan mendorong buku lain yang berdiri di belakangnya, akhirnya terjadilah apa yang disebut efek domino, kesemua buku yang berdiri di rak itu jatuh. Malu! Malu! Malu-maluin! Orang-orang pada ngeliat, ada yang tertawa, ada yang tersenyum ada juga yang cemberut dan beliau tentu saja sang penjaga stand itu, jadinya… beli deh!)

4.Dan akhitnya… Ini dia yang paling membuatku bahagia tiada tara, hingga tujuanku datang ke book fair untuk sedikit menghapus belasungkawa atas kepergian maha guru pun terlaksana, itu tidak lain karena kutemukan buku yang subhanallah nya sampai 100X, judulnya “Metode Bertemu Nabi SAW”, hmm… aku tak bisa mengulasnya untuk anda karena terlalu hebatnya buku ini, cari saja sendiri, pengarangnya Syaikh Yusuf Bin Isma’il Al-Nabhani, penerbit Darul Hikmah. Buku ini menyempurnakan buku terdahulu yang telah terbukti (Doa-Doa Mimpi Bertemu Nabi SAW, karangan Husain Muhammad Syaddad ba ‘Umar, Penerbit Pustaka Hidayah.

Thanks Rabb, Engkau adalah sebaik-baiknya penyembuh hati yang sedih.


Yogyakarta 08 08 09 00 15 (Tidur dulu… kemarin baru sampai dari touring bersama my Black N Blue Vespa ke tanah kelahiran… Garut, mungkin untuk 3 minggu ini saya bakalan jarang menengok penaripena.blogspot.com, bahkan mungkin takkan menulis apapun, selain karena di kampungku indosat hanya dapet sinyal gprs bukan HSDPA/3,5 G, disini juga akan sangat disibukkan untuk memberikan training di 2 tempat (Garut) dan 2 tempat lagi (Tasikmalaya) dalam rangkaian tour pelatihan kepenulisan PENARI PENA WRITING LABORATORY, sampai jumpa jika ada umur!)

Read More...

Download Kumpulan Puisi WS Rendra

Untuk mengenang Almarhum Maha Guru WS Rendra (1935-2009),
berikut kami bagikan kumpulan puisi beliau dari tahun 1956-1999,
semoga bermanfaat dan pahalanya terus mengalir pada almarhum.

Download Now!

Read More...

Innalillahi... WS. Rendra Meniggal Dunia!!!

“Innalillahi… WS. Rendra meninggal dunia. Lht tv one”
Tepat pukul 22.58 WIB di hari kamis tangggal 06 agustus 09, short massage service datang dari sahabatku (sekaligus guru teaterku) Beni Benfany masuk ke dalam inbox hp bututku.

Demi Allah…
Aku terguncang…
Aku terpukul…
Aku…
Ahh…

Aku tak menemukan kata-kata, kehilangan suara, dan sejenak dihantam mati rasa, namun kupaksakan tangan ini untuk terus menulis, menggurat apa yang bisa kukenangkan dari almarhum, almarhum yang telah tulus menjadi guru (bersama KH. Mustofa Bisri) di seluruh perjalanan hidup dalam berpuisi, dalam bersastra dan dalam berseni.

Aku tak tahu apa yang harus kutiliskan disini, kehebatan almarhum telah membungkam egoku untuk berkata-kata, kesederhanaan almarhum telah merajam ambisiku untuk mengenangkan beliau dalam tulisanku, aura kebesaran almarhum telah mengecilkan kemampuanku merangkai kata, aku tak tahu apa yang sedang terjadi dengan diri ini.

Tidak kutemukan orang (Indonesia) sebelum dan setelah beliau (bersama KH Mustofa Bisri) yang lebih hebat dalam berpuisi, berteater dan berjuta karya lain yang mengubah wajah kaum tirani, menyentuh hati rakyat jelata, dan mendobrak paradigma yang didogma lacurnya zaman.

Ya Allah… Ampuni segala dosa almarhum… terima iman dan islamnya… berikan almarhum kemampuan untuk menjawab semua pertanyaan dari para malaikatmu di dalam kubur, berikanlah beliau kedudukan mulia di sisi-Mu.

Maaf… aku sudah tak bisa berkata-kata.

1935-2009


Yogyakarta, 07 08 09 07 12 (teruntuk sang guru… WS. Rendra yang menutup usia kamis malam tanggal 06 agustus 09. Sesungguhnya tidak ada seorangpun mampu memperlambat sepersekian detik datangnya kematian, telebih mempercepatnya. Engkau Maha Kuasa, sedangkan kami bukanlah siapa-siapa)

Read More...

Selamat Jalan Mbah Surip

Ia begitu senang tertawa,
Dan namun tak banyak berkata-kata apalagi sampai membuat hati orang lain terluka.
Ia periang dan selalu menebar gembira dalam ceria,
Dan semua wajah yang sedang bermuram durja pun terhapus karenanya.

Ia sangat bersahaja dan sederhana,
Meski pendapatan rupiahnya hingga beribu-ribu juta.
Ia tak pernah sekalipun berbesar kepala,
Meski didepan namanya bertengger gelar Drs dan di belakangnya ada MBA*.

Ia telah meraih sukses di perusahaan minyak Yordania, Kanada dan Amerika,
Dan ia kembali ke Indonesia untuk memberi nuansa warna di negeri kelahirannya.
Ia penuhi harinya dengan berkarya dan derma terhadap sesama,
Dan mereka yang hidup di jalan serta tak punya ibu bapak dijadikannya teman setia.

Ia berhati halus nan mulia,
Meski orang sering menilainya dari penampilan semata.
Ia hadiahi kita dengan pesan hidup yang termat berharga akan kerja keras, damai dan cinta
Meski kini hanya tersisa suara yang tak lagi bisa dilihat ragamnya namun jiwanya tetap hidup di diantara kita.

Dan…
Kini ia telah tiada
60 tahun sudah dirasaknnya cukup untuk menerima ditutupnya usia
Setelah menggoreskan nama di negeri tercinta sebagai legenda
Yang kenangannya takkan lekang dimakan rentanya dunia.
Semoga para malaikat senantiasa bersedia
Menggendong ia kemana-mana
Bertamasnya di dalam indahnya surga.

I LUV YOU FULL
1949-2009


*Master Bussines Administation

Yogyakarta 05 08 09 07 30 (Untuk mengenang beliau yang telah menempuh perjalanan Mojokerto-Jakarta dengan sepeda ontelnya demi mengejar cita, Drs. Urip Achmad Riyanto MBA (mbah surip) yang dipanggil-Nya pada 4 agustus 09 (sekitar) pukul 07.30. semoga Allah SWT memberikan kemudahan pada beliau untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan para malaikat untuk menghasilkan ridho Illahi hingga diterima islamnya, dihapus semua dosanya, dan mendapatkan kedudukan mulia disisi-Nya yang berbuah dalam manisnya surga, amin)

Read More...

Rihlah One to Parangtritis Beach is Complete

02 Agustus ’09 pukul 09. 50 WIB aku berangkat dengan Black ‘N Blue Vespaku menuju tempat rihlahku yang pertama di minggu ini, 10.41 WIB kami sampai juga di Parangtritis Beach, subhanallah… Engkau memang tiada duanya Rabb… aku sering melihat pantai dengan mata kepala sendiri, tapi setiap kali aku melihat laut-Mu lagi, setiap itu juga isi dadaku bergetar karena kekuasaan-Mu yang berlingkup dalam keserba kekuranganku.

Setelah memarkir my Black ‘N Blue, kaki ini melangkah sendiri tanpa kuperintahi, ia kemudian... bergerak menuju buih yang terus membusa diterkam ombak,
Hmm… basah deh!

Hatiku berbisik “Hai Kun-Geia… celupkanlah jemarimu!”
Aku pun mencelupkan telunjukku ke dalam air laut, kemudian mengangkatnya.
“Lihatlah seberapa banyak air yang menempel di ujung telunjukmu!”
Hatiku kembali berbisik.
“Sekarang pandanglah lautan itu, luasnya sebesar 374.805.110 km2, palung terdalamnya sejauh 1325 kaki, dan bayangkanlah betapa besarnya volume air yang tertampung di dalamnya, sekarang bandingkanlah dengan air yang menempel di telunjukmu… itulah perbandingan dunia yang sebesar air di telunjukmu dengan akhirat yang sebesar (bahkan jauh lebih besar lagi) air yang ada di lautan/samudera.”

Dadaku kembali bergetar memikirkannya.
“Merugilah jika aku lebih menyibukkan diri dengan dunia dan melupakkan akhirat!”
Teriakku ke arah laut Parangtritis Yogyakarta.

Yogyakarta 02 08 09 18 00 (Rabb… engkau kuasa dengan aku tak punya daya dan upaya, Engkau perkasa sedang aku lemah, Engkau segalanya sedang aku bukanlah apa-apa.


Black 'N Blue


View Parangtriris Beach


Right Parangtritis


Left Parangtritis


The Freedom


Zzz... Zzz...


It's True

Read More...

Wake Up Man!!! They Need Your Help!!!

Tadi pagi pukul 01.34 WIB dinihari, selepas menjemput adikku di stasiun lempuyangan Jogja, kami memutuskan untuk sekedar memberi makan para penghuni perut (usus, ginjal, cacing, dll) dengan makanan seadanya di samping stasiun tugu Jogja, makanannya cukup enak, tapi bukan itu yang ingin aku perlihatkan disini.

Ketika kami sedang makan sembari bercengkrama, sorang anak kecil berusia sekitar 6-7 tahunan datang menghampiri, ia menengadahkan tangan kanannya ke arah kami, adikku pun mengeluarkan sedikit yang ia punya untuk diberikan padanya, gadis kecil itu tersenyum, mengucapkan terimakasih dan... lari dengan wajah berseri. (Lihatlah ya Allah… hamba kecilmu itu begitu senangnya memegang uang seribu dari adikku.)

Ketika kami sedang dalam perjalanan pulang ke rumah, di perempatan lampu merah jalan KH. Ahmad Dahlan (sekitar satu kilo dari Malioboro), satu lagi anak kecil berusia tak jauh beda dengan yang pertama, datang menghampiri motor kami yang terhadang lampu merah, ia menengadahkan tangannya, adikkupun kembali memberikan sedikit yang ia punya, gadis kecil itupun tersenyum dan berlari setelah mengucapkan terimakasih. (Lihatlah ya Allah… ini jam berapa? Ini sudah jam 2 pagi, dan bidadari-bidadari kecilmu masih berkeliaran di jalanan untuk mengais kehidupan.)

Dimana bapak mereka? Atau mungkin mereka tak berbapa (secara hukum negara)
Dimana ibu mereka? (aku yakin mereka pasti beribu)
Ini jam 2 pagi ya Allah… waktu bagi mereka untuk istirahat (atau mungkin bersimpu dalam shalat malam) untuk mempersiapkan sekolah mereka nanti pagi pukul 7 (atau mereka memang sudah putus dengan kosakata “sekolah”).

Dimanakah pemerintah? Kenapa yang terlihat diurusi tektek bengek pemilu melulu, teroris melulu, rebutan kursi melulu? lihatlah… jam sepagi ini anak-anak itu masih terjaga demi beberapa rupiah di kantong mereka. Dimanakah engkau wahai para pemimpinku? Tak takutkah engkau dimintai pertanggung jawaban di pengadilan akherat nanti atas kondisi rakyat jelatamu?

Dimanakah islam? Kenapa yang terdengar hanya seruan boycot produk mahluk-mahluk terkutuk itu, kenapa yang (lebih banyak) disantuni hanya saudaranya di negeri orang yang sedang dijahati perang, lihatlah… di udara sedingin ini, mereka tak berselimut, berjaket, atau sekedar beralas kaki, perut mereka kosong, kulit mereka kotor dengan debu jalanan, dimanakah engkau wahai kaumku yang berpanjikan keagungan islam?

Dimanakah keluarga mereka? Ah… aku malas membicarakannya (sudah jelas anak-anak itu ditelantarkannya, diperah keringatnya, dan tak dipikirkan masa depannya)
Dan…
Dimanakah aku?
Yang ada dibenakmu cuma nulis novel… novel… dan novel! Ngejar gelar M.Sc! nyari penghasilan sana sini untuk segera menaikki pelaminan! Tidak malukah kau dengan anak itu? Miriskah hati kau dengan keadaan mereka?
HAI… KUN-GEIA!!!
Bangunlah kau!
Pikirkan mereka, urusi mereka, lihatlah… masuklah… dan kenali kehidupan mereka, dan kau akan dipikirkan, diurusi, dilihat, dimasukki dan dikenali oleh Dzat yang telah menciptakan anak-anak itu dengan garis kehidupannya masing-masing.
Wake up man!!!
They can’t waiting again for takes what can your hand give to them.


Yogyakarta, 02 08 09 08 05 (Aku malu, maafkan aku wahai adik-adik kecilku, ketahuilah bahwa kami semua takkan pernah meninggalkanmu apalagi sampai melupakanmu, my Allah allways be with you)

Read More...

Roman Wanita dan Laki-Laki itu

“Wanita seperti apa yang engkau inginkan suatu saat nanti mendampingimu menghabiskan sisa umur yang telah dijatahkan dalam detik usiamu?”

Wanita berkerudung panjang bergamis biru tua itu berkata sembari menatap lamat kedalam mata laki-laki itu. Mendengar rangkaian kata-katanya… jantung laki-laki itu seolah menyedot seluruh darah ke pusara dada hingga wajahnya pun memucat dibuatnya.
“Wanita sepertimu!”

Laki-laki itu menjawab dengan nada bergetar yang mengabarkan ketakutan yang tak mampu terbahasakan bahasa sastra tertinggi negara manapun. Wanita itu kemudian mengangkat kedua tangannya, memenjamkan mata dan…

“Ya Allah… aku meminta kepada-Mu dengan segala kemurahan-Mu, dalam segenap cinta dan kasih-Mu pada kekasih terbaik-Mu Rasulullah Muhammad saw, sesungguhnya Engkau tidak akan merasa kesulitan untuk memberikan pada kasihku ini wanita yang jauh lebih baik segalanya dari semua kebaikan yang saat ini ada padaku, oleh karena itu aku pun memohon dengan permohonan terbaik yang bisa kuucapkan dalam lisan dan kuyakini dalam hati…”

Satu bulir air keluar dari kelopak mata wanita itu yang sedang terpejam dalam khusuknya, ia jatuh menyusuri pipi putihnya yang meronakan cahaya memerah.

“…Berikanlah wanita itu padanya ketika waktunya tiba nanti, wanita yang selalu siap menguatkan perjuangannya dalam agama yang membuat Engkau rindha padanya, wanita yang akan selalu ada untuk meneduhkan semua gundah dan gelisahnya, wanita yang akan menjadikkan dia laki-laki paling beruntung karena telah memilikinya, wanita yang menjadi perhiasan dunia terbaik di mata suami dan agamanya, wanita yang akan memberikan keturunan mulia yang akan meneruskan perjuangan orang tuanya untuk selalu memberatkan bumi ini dengan kalimat laa ilaha ilallah muhammad rasulullah dimanapun ia berpijak di bumi-Mu, sungguh semua itu adalah mudah dan murah untuk-Mu berikan pada kekasihku ini. Amin…”

Wanita itu terdiam sejenak, kemudian membuka kedua matanya yang terpejam, seketika tumpahlah seluruh air yang tertahan oleh pejaman matanya.

“Aku mencintaimu!”
Ucap wanita itu.
Diam…
Ia Diam…
Aku Diam…

Angin seolah berhenti menghelakan napasnya…
Bumi seperti berhenti memutarkan tubuhnya…
Matahari tampak enggan untuk pergi…
Langit pun terlihat tak sudi untuk sekedar berkedip…
Mereka takut kehilangan tontonan disaat cinta, kasih dan airmata dipertunjukkan bersama dalam sebuah drama dua anak manusia yang akan segera diamuk prahara luar biasa yang memporak-porandakan rasa siapapun yang mengetahui cerita mereka.

“Selamat tinggal kasihku, semoga kau memperoleh kebahagiaan yang hakiki, sekali lagi aku takkan pernah berhenti menyayangi dan mencintai kasihku meski ia tak lagi disampingku, mungkin orang tuaku bisa membuat tubuh ini menjadi milik calon suamiku, namun siapapun tak bisa membuat hati ini menjadi milik calon suamiku, karena ia sudah ada yang memiliki, orang itu sedang berdiri meneteskan air mata dihadapanku, saat ini… sekarang ini. Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.”
Itulah ucapan terakhir yang didengar laki-laki itu dari lisan wanita itu.

Napas laki-laki itu sesak dibuatnya,
Telinga laki-laki itu terbakar mendengarnya,
Jantung laki-laki itu berdegup kencang tak sabaran memompakkan darah ke seluruh sel dalam tubuhnya,
Disaat ketulusan wanita itu menjelma dalam kata,
Disaat kasih wanita itu terpahat di dalam inti dada,
Disaat cinta wanita itu memuncak dalam do’a,
Saat itulah…
Saat terakhir laki-laki itu…
Dengan wanita itu.


Yogyakarta, 01 08 09 14 00. (Dan laki-laki itupun bersumpah bahwa wanita itu adalah wanita solehah, teramat solehah, yang tak ditemukan tandingannya meski usia laki-laki itu sudah semakin merapat ke seperempat abad.)

Read More...

Terimakasih untuk Semua Tim Riset Novel THE LOST JAVA-ku

huh...
hah....
hmm.....
lima hari kedepan, Kun-Geia mau holiday dulu (kyaknya pantai parangtritis or Borobudurlah yang terpilih, pantai Kuta...? akhir tahun aja!).

Hati, Otak, Mata, dan Tangan ini terlalu lelah, mereka diporsir habis-habisan untuk melahirkan novel "THE LOST JAVA" dengan tebal 176 halaman hvs dalam waktu 3 minggu, kini novel THE LOST JAVA sedang bertarung habis-habisan bersama HITAM-PUTIH PENANTIAN & PARA PENGIKHLAS di festival novel Pro-U Media.

Kun-Geia mengucapkan teramat banyak terimaksih untuk semua tim riset novel THE LOST JAVA: Dra. Hj. Eva Vaulina YD. S.Si, Wahyuu Hidayat S.Si, Sascha dan Depi, beliau-beliau telah memberikan banyak bahan dan masukkan hingga novel THE LOST JAVA benar-benar menjadi novel fiksi yang ilmiah. (My Allah Allways be with you're)

huh...
hah....
hmm.....
Holidaaaaaaaaaaaaay!
PARANGTRITIS & BOROBUDUR...I'm Coming!
KUTA... mengko disit ya!

Read More...