"Silahkan mengutip sebagian atau seluruh tulisan di blog ini dengan SYARAT mencantumkan penaripena.blogspot.com"

Mengasah Pena yang Berkarat

_Bayangkan seandainya manusia lahir tanpa hasrat, sangat mengerikan, dari hal kecil, kita takkan memikirkan soal makanan karena sekalipun kita lapar, kita tak berhasrat untuk menyentuh makanan, bahkan kenal yang namanya makanan saja, mungkin tidak. Kalo tanya sama para koki, mengenai apa yang jadi dasar hingga mereka memutuskan menyandang predikat sebagai juru masak, jawabannya akan beragam, ada yang karena orang tua, ada yang karena tak ada profesi lain yang bisa digeluti dan lain-lain. Ada sebagian koki yang memutuskan menjadi koki karena bagi mereka memasak adalah hidup, memasak adalah seni, memasak adalah kesenangan. Titik. Begitu pula halnya saya. Mengapa menulis, apa tak ada pekerjaan lain? Apa tak jenuh? Jawabannya, karena kadang tindakan atas dasar dorongan jiwa tak butuh alasan dan tak menjenuhkan. Hasrat, tak perlu alasan.
_Saya manusia, saya berpikir, dan saya hidup, paling tidak itu standar eksistensi manusia. Buat saya, itu tak cukup, untuk hidup seseorang butuh kenangan, dan kenangan adalah hasil olahan dari hasrat. Sesuatu yang dijalankan karena hasrat selalu lebih mudah dikenang karena ia berkesan. Dan yang berkesan, yang diingat, adalah sebuah tulisan, sekalipun hanya bisa dibaca sendiri, itulah karya. Semuanya memang tidak berbentuk coretan tinta, hanya berbentuk buah pikiran, sekali lagi, itu tetaplah karya. Hanya dengan melihat, manusia sudah menulis -menulis dalam pikirannya tentu saja-, tapi mekanisme penulisan itu sendiri, sulit dijelaskan. Menulis, kenyataannya adalah perlambatan kerja otak yang dimulai dari melihat kemudian mengabadikannya dengan rangkaian abjad sesuai kemampuan dan kemauan si penulis.
_Sederhananya, menulis adalah membuat ingatan, kenangan, yah…itu lah. Bagaimana cara menyembuhkan hilang ingatan? Adalah dengan mempertemukannya dengan kenangan-kenangannya, bagaimana cara mencari barang yang hilang? Tentu dengan mengingat kapan dan dimana terakhir kali benda itu diletakkan, mengingat adalah mekanisme dasar manusia dan bahkan orang idiot saja punya ingatan. Ingatan yang dituang dalam tulisan yang nyata jadi bukti eksistensi manusia. Memang tak semua cerita bisa dibukukan, tapi tokoh cerita tak harus riil sekalipun cerita itu riil kan? Tulisan adalah sesuatu yang tak tergantikan, ia lebih bisa menggambarkan sebuah proses dengan detil ketimbang sekadar potret maupun lukisan, dan pandang sisi sentimentilnya, tulisan lebih bisa jujur mengungkap rahasia hati si penulis pada si pembaca.
_Kejujuran adalah kebutuhan primer para penulis. Kejujuran membuat para penulis jadi punya pikiran yang logis untuk tulisannya karena ia tak hanya melibatkan perasaannya semata tapi juga memikirkan reaksi pembaca. Pembaca akan lebih mudah membaca segala sesuatu yang ‘realistis’ daripada tulisan yang samar dan memiliki banyak ‘kebetulan’ didalamnya. Cerita misteri, fantasi, maupun segala sesuatu yang tak nyata juga tak boleh melibatkan terlalu banyak ‘kebetulan’ karena ‘kebetulan’ itu menjenuhkan dan membuat pembaca jenuh adalah dosa besar buat para penulis. Saya sendiri masih belum bisa melepas keinginan mendasar saya untuk membuat sebuah ‘kebetulan’ di tiap cerita yang saya tulis. Menyedihkan sekali tiap kali tulisan saya membuat para pembaca bosan, tapi biarkanlah pena saya menari mengantarkan kebosanan pada anda semua hingga suatu saat anda menyadari bahwa tulisan saya telah menjadi karya yang hebat.
Seringkali manusia terlarut dengan kesulitan hidupnya hingga jadilah berlembar-lmbar tulisan atau bahkan mahakarya yang disenangi semua orang. Memang observasi termudah adalah observasi diri sendiri, tapi cobalah untuk tak selalu mengikuti arus, jika terlalu lama memandang dengan mata sendiri, apa tak bosan? Lagipula sudah banyak cerita tentang “saya adalah bla bla bla” sejak SD semua orang mempelajari cara bercerita seperti itu dan terus terang, saya bosan, saya lebih ingin bercerita tentang “mereka adalah”, “begini kisah-nya”, “ah, bahkan gunung dan lembah tertawa padanya”, mengapa? Karena saya tak sendirian, dan saya tak ingin merasa sedirian, dengan mendengar dan menceritakan mereka, saya bisa merasakan betapa hiruk pikuknya kehidupan, dan betapa beruntungnya saya terlahir bersama mereka semua.

1 comments:

De dan Ka mengatakan...

maaf, saya memang sedang kehilangan sesuatu..

Posting Komentar