"Silahkan mengutip sebagian atau seluruh tulisan di blog ini dengan SYARAT mencantumkan penaripena.blogspot.com"
Datang Mengeroyok Isi Gubuk Mereka
undefined
undefined
“Jang… cepat bantu emak!”
Ujang terhenyak dari tempat tidurnya mendengar teriakan emak dari tengah gubuk.
“Ya Allah…”
Gerutu Ujang ketika melihat emaknya tengah sibuk memindahkan air yang menggenang di dalam gubuk ke dalam ember dengan selembar daster lusuh yang sudah tak terpakai miliknya.
“Pindahkan buku-buku adikmu ke tempat yang tinggi”
Emak menunjuk pada tumpukan buku disamping meja tua.
“Ambil ember hijau dibelakang!”
Perintah emak langsung diamini Ujang.
“Ambil panci yang diatas tungku!”
Ujang kembali melangkah bersama perintah emak.
“Wajan yang di kamar mandi bawa kemari!”
“Tapi diisi piring-piring kotor mak!”
“Tak apa, keluarkan saja semua isinya!”
Ujang kembali bergegas mengambilkan pesanan emak.
“Masih ada yang tersisa dibelakang Jang?”
“Ada juga ember bocor mak!”
“Bawa saja kemari, kamu tambal dulu dengan lakban!”
Ujang melaksanakan perintah emaknya.
“Buang air yang dipanci itu”
Ujang kembali menaruh panci yang sudah kosong ketempat semula.
“Buang air yang dipanci ini”
Ujang kembali menaruh panci yang sudah kosong ketempat semula..
“Buang air yang diember itu!”
Ujang kembali menaruh ember yang sudah kosong ketempat semula..
“Buang air yang diember ini”
Ujang kembali menaruh ember yang sudah kosong ketempat semula..
“Buang air yang diwajan!”
Ujang kembal menaruh wajan yang sudah kosong ketempat semula.i.
“Buang air yang diwadah itu!”
Sembari terus memindahkan air yang menggenang dengan daster lusuhnya, Emak terus memberi komando pada anak pertamanya itu, sementara disela usahanya memindahkan air dengan kaus dalam yang dilepasnya, Ujang menatap lamat-lamatEmaknya yang tak henti memeras air dari daster itu meskipun separuh badan emak sudah basah kuyup.
Ya Allah… kapankah hujan-Mu merasa bosan merampas waktu istirahat emakku, kapankah hujan-Mu tak lagi mengganggu waktu belajar adik-adikku, kapankah hujan-Mu akan memberikan saat-saat tidur yang nyaman bagi kami… kapankah hujan-Mu akan merasa jemu untuk membasahi barang-barang didalam gubuk kami...
“Buang air yang diwajan itu Jang!”
“Apa mak?” Ujang tersadar dari lamunannya.
“Itu… air yang diwajan sudah penuh!”
“Iya mak!”
Mereka terus sibuk membersihkan serangan-serangan dari air yang tak bosan-bosannya datang mengeroyok isi gubuk mereka.
“Kemana adik-adikmu?”
Ucap emak sembari mengelap air dari wajahnya.
“Mungkin kejebak di sekolahan!”
Ujang mencoba memberikan kemungkinan terbesar dari kondisi dua adiknya itu.
Emak menghela nafas panjang sembari menatap jam dinding yang tergantung miring dan sudah ikutan basah kuyup, Ini sudah jam lima sore!
Garoet, 21 02 09 02 14, hari ini rumahku kembali bocor karena siraman anugerah dari Penguasa Langit.
Ujang terhenyak dari tempat tidurnya mendengar teriakan emak dari tengah gubuk.
“Ya Allah…”
Gerutu Ujang ketika melihat emaknya tengah sibuk memindahkan air yang menggenang di dalam gubuk ke dalam ember dengan selembar daster lusuh yang sudah tak terpakai miliknya.
“Pindahkan buku-buku adikmu ke tempat yang tinggi”
Emak menunjuk pada tumpukan buku disamping meja tua.
“Ambil ember hijau dibelakang!”
Perintah emak langsung diamini Ujang.
“Ambil panci yang diatas tungku!”
Ujang kembali melangkah bersama perintah emak.
“Wajan yang di kamar mandi bawa kemari!”
“Tapi diisi piring-piring kotor mak!”
“Tak apa, keluarkan saja semua isinya!”
Ujang kembali bergegas mengambilkan pesanan emak.
“Masih ada yang tersisa dibelakang Jang?”
“Ada juga ember bocor mak!”
“Bawa saja kemari, kamu tambal dulu dengan lakban!”
Ujang melaksanakan perintah emaknya.
“Buang air yang dipanci itu”
Ujang kembali menaruh panci yang sudah kosong ketempat semula.
“Buang air yang dipanci ini”
Ujang kembali menaruh panci yang sudah kosong ketempat semula..
“Buang air yang diember itu!”
Ujang kembali menaruh ember yang sudah kosong ketempat semula..
“Buang air yang diember ini”
Ujang kembali menaruh ember yang sudah kosong ketempat semula..
“Buang air yang diwajan!”
Ujang kembal menaruh wajan yang sudah kosong ketempat semula.i.
“Buang air yang diwadah itu!”
Sembari terus memindahkan air yang menggenang dengan daster lusuhnya, Emak terus memberi komando pada anak pertamanya itu, sementara disela usahanya memindahkan air dengan kaus dalam yang dilepasnya, Ujang menatap lamat-lamatEmaknya yang tak henti memeras air dari daster itu meskipun separuh badan emak sudah basah kuyup.
Ya Allah… kapankah hujan-Mu merasa bosan merampas waktu istirahat emakku, kapankah hujan-Mu tak lagi mengganggu waktu belajar adik-adikku, kapankah hujan-Mu akan memberikan saat-saat tidur yang nyaman bagi kami… kapankah hujan-Mu akan merasa jemu untuk membasahi barang-barang didalam gubuk kami...
“Buang air yang diwajan itu Jang!”
“Apa mak?” Ujang tersadar dari lamunannya.
“Itu… air yang diwajan sudah penuh!”
“Iya mak!”
Mereka terus sibuk membersihkan serangan-serangan dari air yang tak bosan-bosannya datang mengeroyok isi gubuk mereka.
“Kemana adik-adikmu?”
Ucap emak sembari mengelap air dari wajahnya.
“Mungkin kejebak di sekolahan!”
Ujang mencoba memberikan kemungkinan terbesar dari kondisi dua adiknya itu.
Emak menghela nafas panjang sembari menatap jam dinding yang tergantung miring dan sudah ikutan basah kuyup, Ini sudah jam lima sore!
Garoet, 21 02 09 02 14, hari ini rumahku kembali bocor karena siraman anugerah dari Penguasa Langit.
08.38 | Labels: 2. Cerpen, Pena Kun-Geia |
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Search
- Menjadi seperti anak kecil
- Dahsyatnya Bershalawat
- Raja Diraja
- Melihat Rasulullah dalam Tidur
- Selamat Ulang Tahun, Wahai kasihku Rasulullah….
- 70 Malaikat perlu 1000 hari untuk menulis pahala amalan ini
- Diberikan kunci Surga dan diharamkan dari api neraka, mau?
- Ketaqwaan yang Aku Cari, Bukan Kata Kata Basi
- Kata Maestro Sastra Indonesia; Ini BENCANA Besar!
- Wahai Kekasihku
- Proses Kreatif Pembuatan THE LOST JAVA
- Lomba Renensi THE LOST JAVA
- The Lost Java - Kun Geia
- THE LOST JAVA - Testimoni Rini Selly
- THE LOST JAVA - testimoni Dila Saktika Negara
- 1. Puisi (89)
- 12 rabiul awal (1)
- 2. Cerpen (61)
- 3. Artikel (30)
- 4. Pena Laboratory (4)
- 5. Resensi (7)
- 6. Download (2)
- Dzikir (1)
- Fiksi (2)
- Indonesia Bershalawat (5)
- lomba (2)
- muaulid (1)
- Muhammad (1)
- Novel (2)
- Pena Chiaki (1)
- Pena Choop (4)
- Pena Depiyh (15)
- PENA Kahlil Gibran (3)
- Pena Kun Geia (1)
- Pena Kun-Geia (153)
- Pena Langit Senja (7)
- Pena Lies (5)
- Pena Mei (7)
- Pena Sashca (5)
- PENA Tere-Liye (4)
- Rasulullah (1)
- The Lost Java (1)
Arsip
- November 2020 (4)
- Oktober 2020 (1)
- Agustus 2019 (2)
- Februari 2015 (1)
- Mei 2013 (1)
- Agustus 2012 (1)
- Juli 2012 (2)
- Juni 2012 (1)
- April 2012 (2)
- Desember 2010 (1)
- Agustus 2010 (2)
- Juli 2010 (7)
- Juni 2010 (1)
- Mei 2010 (1)
- April 2010 (2)
- Maret 2010 (5)
- Februari 2010 (6)
- Januari 2010 (1)
- Oktober 2009 (3)
- September 2009 (6)
- Agustus 2009 (16)
- Juli 2009 (15)
- Juni 2009 (8)
- Mei 2009 (7)
- April 2009 (26)
- Maret 2009 (15)
- Februari 2009 (34)
- Januari 2009 (22)
- Desember 2008 (1)
- November 2008 (6)
- Oktober 2008 (19)
1 comments:
Ini kisah nyata apa cm fiktif karanganmu ge? klo beneran aku turut berduka cita, smoga bpk Presiden Republik Kaya yang miskin ini membaca tulisanmu, klo cuma fiktif belaka... gpp, cukup membawa rasa!
Posting Komentar