"Silahkan mengutip sebagian atau seluruh tulisan di blog ini dengan SYARAT mencantumkan penaripena.blogspot.com"

SAVE MY PALESTINE (III)

“Wahai saudara-saudaraku di seberang sana, wahai mereka yang masih bisa tidur di malam hari dengan nyaman, wahai mereka yang masih bisa menyantap makanan setiap hari, wahai mereka yang masih mengenal senyum, tawa dan canda.”

Warna air muka pemuda itu kembali memerah, urat-urat terlihat menonjol menghiasi wajah dan lehernya.

“Wahai saudara-saudaraku yang disatukan baginda Rasul Muhammad saw dengan sabdanya bahwa setiap kaum muslimin adalah saudara, dimana kalian? Dimanakah kalian? Saudaraku… tahukah kalian apa yang sedang menimpa saudaramu disini? Tahukah kalian rasa dari bunyi letusan bom-bom penghancur yang berjatuhan yang dalam sekejap membuat potongan-potongan tubuh berterbangan, serpihan daging berhamburan”

Tiba-tiba pemuda itu berteriak-teriak histeris sesaat setelah mengucapkan kata-kata terakhirnya, tubuhnya sempoyongan mundur ke sudut ruang, ia ambruk disana, matanya terpejam, kedua tanganya menutup telinga, nafasnya tersenggal hebat, teriakan-teriakan histeris terus menggema di dalam ruang itu, ia laksana orang kesurupan… atau ketakutan... atau apalah, yang jelas darinya begitu jelas terlihat aura trauma yang menganga, menteror setiap desah nafas yang keluar dari mulut dan hidungnya.

Potongan-potongan episode masa yang telah dilalui masih terlihat jelas mencengkramnya dengan kuku-kuku trauma yang ganas menusuk-nusuk hati dan fikirannya. Desah nafasnya semakin tak terkendali, namun teriakan-teriakannya mulai sedikit melemah, hingga akhirnya lelah menyadarkannya bahwa ia sedang dikuasai perasaan, dikuasai sesuatu yang sebenarnya tak pantas ia takutkan.

“Tubuh-tubuh tiada yang utuh, darah bersimbah tergenang dimana-mana, lolongan pilu terdengar dari mereka yang terpanggang dibalik rumahnya yang terbakar, lengkingan orang-orang terjepit remuk diantara bangunan-bangunan roboh, ibu-ibu lunglai menatap anaknya berlumuran darah tak bernyawa, anak-anak melolong-lolong mencari ayah ibunya yang telah hancur binasa, kelaparan, kehausan, dan penderitaan tak terperikan merajalela di mana-mana. Milukah hati kalian melihat kondisi saudaramu ini, teiriskah perasaan kalian, robekkah nurani kalian? Dimana tangan kalian wahai saudara seimanku… dimana kaki kalian, dimana suara kalian… “

Ketenangan mulai mendatanginya, ia menatap lamat ke langit-langit yang kembali memuntahkan debu akibat getaran yang ditimbulkan diatasnya.

“Saudaraku…. Apakah engkau mendengar jerit kami dari sini, mendengar tangis kami dari sini, mendengar do’a kami dari sini. Percayalah saudaraku… kami disini masih kuat, kami disini masih bias bertahan, dan kami disini takkan pernah gentar melakukan perlawanan, tahu kenapa hai saudaraku? karena di pelupuk mata kami, setiap detik adalah saat dimana mati syahid datang menjemput, mengantarkan ke agungnya janji Illahi, di dalam indahnya Surgawi.”

“Maka prihatinlah mereka yang masih tertidur lelap diatas kasurnya, yang menyantap lahap sarapannya, yang tersenyum, tertawa dan bercanda bersama keluarga, karena setiap detik kehidupan mereka hanyalah nikmat dunia yang fana, namun disini, setiap detik adalah janji Illahi untuk Surgawi dalam indahnya kematian sebagai syuhada.”

“Hai saudara muslimku di seluruh belahan dunia, perjuangan harus dilanjutkan, tak boleh terhenti hingga disini, karena mereka semua takkan berhenti sebelum semua umat Islam mengikuti mereka, ketahuilah… senjatamu ada dalam doa yang mengalir dari seluruh penjuru dunia, senjatamu ada dalam sumbangan harta untuk kami dan keturunan kami, senjatamu ada dalam berbagai bantuan pada kami, laukanlah apa yang masih bisa kalian lakukan.”

Terdengar suara hentakan-hentakan sepatu berlari dari ujung terowongan menuju kearah pemuda itu, seketika…

“Don’t Move!”

Lima orang tentara Zionis mengarahkan senapan bertanda lasernya ke arah kepala, dada, dan kedua pemuda itu.

“Wahai saudara-saudara yang telah mendahuluiku”

Pemuda itu tersenyum.

“Aku segera menyusulmu… wahai baginda rasulku, jemputlah aku di gerbangmu… wahai Tuhanku, aku datang kehadapan-Mu.”

“Ashaduala ilaha ilallah waashadu anna muhammadar rasulullah.”

Dua kalimat syahadat itu menggetarkan dada sang pemuda, ia jongkok mengambil sebongkah batu yang tergeletak di samping kaki kananya.

“Allahu akbar!!!”

Batu itu melayang mengenai kepala salah satu tentara Zionis hingga ia terjungakal kebelakang.

“Dar!!! Dar!!!”

Suara dua senapan meletus diikuti hentaman timah panas yang mendarat di kedua kaki pemuda itu, ia ambruk bersanggakan kedua lutut, pemuda itu mengambil kembali batu di sampingnya hendak melemparkan batunya lagi kea rah terntara Zionis itu.

Dar!!! Dar!!! Dar!!!

Dua peluru bersarang di batok kepala, dua bersarang di dada sisi kiri dan kanan pemuda itu.

Pemuda itu tersenyum,
Pemuda itu ambruk,
Pemuda itu syahid.

Tamat.

0 comments:

Posting Komentar