"Silahkan mengutip sebagian atau seluruh tulisan di blog ini dengan SYARAT mencantumkan penaripena.blogspot.com"

Mari kita buat cerita bersama

Assalamu'alaikum wr. wb.
di comment postingan "mari kita buat cerita bersama" ini, saya telah memulai sebuah cerita, untuk semua anak Komunitas Penari Pena atau pengunjung lain, silahkan anda semua sambung cerita itu menurut versi atau kehendak anda masing-masing, terserah cerita ini mau dibawa kemana arahnya, anda mau menambahkan tokoh lain, berpindah alur atau tempat, mematikan nyawa tokoh-tokoh yang sudah adapun tak apa, disini tak ada salah dan benar dan tak ada bagus atau jelek, prinsipnya hanya satu: sambung saja cerita itu dengan tidak membuat Tuhan-mu dan Tuhan-ku marah.

silahkan sambung dengan mempostingkan cerita anda di comment, dan kita akan terkejut ketika semua cerita telah dikumpulkan bersama menjadi "cerita yang telah kita buat bersama".

3 comments:

Gerry Kun Geia mengatakan...

"ia memuja-Mu dengan begitu indah..."
begitu bisik hati ini tatkala mendengar lantunan LAA ILAAHA ILALLAH yang diucapkan bertubi-tubi oleh seorang kakek yang sudah berusia diatas 70 usia putaran revolusi bumi mengelilingi matahari.

tangan pendek dari jam dinding mesjid sudah menyentuh angka 5 dan tangan panjangnya sudah melewati angka 1, kakek yang sudah tak kencang lagi kulitnya itu masih terus melantukan kalimat indahnya dengan lirih disela gerakan tasbihnya yang lambat. batuk sesekali terdengar hingga menggoncangkan badannya yang sudah membungkuk termakan usia.

aku tak sedang berdzikir, aku tak sedang berdo'a, aku tak sedang membaca Al-Qur'an, tapi di dalam mesjid itu aku hanya sedang memperhatikan seorang hamba yang sedang merasakan kenikmatan jamuan Tuhan dalam dzikir ba'da subuhnya. tapi tiba-tiba...

lantunan kakek itu terhenti seketika, gerakan tangan yang mengayuh tasbih pun tak terlihat lagi pergerakannya. "Mungkin kakek itu ketiduran!" pikirku, ah... akupun tak terlalu ambil pusing, kuberdiri dan pulang kerumah.

pukul tujuh pagi kukembali kemesjid itu.
"wah... kakek itu masih tertidur rupanya". posisi duduk bersilanya tak berubah sedikitpun sedari aku tinggalkan subuh tadi.

akupun shalat tahiyatul masjid, diteruskan dengan dhuha 4x2 rakaat, setelah kutup doa, akupun berpaling pada kakek tua itu, wajahnya kulihat begitu teduh bercahaya, bibirnya seperti sedang mengembangkan senyum.

aku berdiri mendekatinya, hendak bersalaman atau sekedar mengucapkan salam, ketika pelan lutut kakek itu kusentuh, tak ada respon darinya. "mungkin kakek ini terlalu lelah hingga tidurnya lelap"

aku berdiri dan hendak melangkah, tapi sesaat kemudian terdengar sesuatu jatuh bertabrakan dengan karpet mesjid, ketika ku menoleh ternyata kakek tua itu tergeletak tak bergerak, ketika kusentuh kulitnya...
dingin!
kupegang nadinya...
tak berdetak!
kudekatkan tanganku ke lubang hidungnya...
tak ada tarikan ataupun hembusan napas!

"Ya Rabb... hambamu..."

jUst_bE mEmEy mengatakan...

Kuterpaku sejenak, mencoba meyakinkan diri apakah kakek itu benar-benar tak menghembuskan nafasnya? sekali lagi kudekatkan tanganku ke lubang hidungnya, "tak bernafas!" lalu aku memeriksa denyut nadinya, innalillahi wa innailaihi rajiun.....

Ya Rabb...
hamba-Mu...hamba-Mu yang begitu mencintai-Mu, kini Kau peluk dengan balasan cinta-Mu padanya.

Dengan segala daya yang dimilikinya, walau raga tak kuasa bertahan namun desah nafas yang ia hembuskan sampai detik terakhir rohnya berpamitan, ia tetap memanggil-Mu Ya Illahi...

Subhanallah....hatiku bergetar. Seharusnya aku yang masih Kau izinkan mengeruk ladang amal di dunia yang fatamorgana ini mampu mengagungkan nama-Mu dan Rasulullah dalam tiap desah nafasku. Namun, aku terhipnotis oleh semua yang menggairahkan pandangan mataku, hingga waktuku terbuang sia-sia. Smoga Kau tetap membimbingku tuk slalu di jalan-Mu Ya Illahi Rabbi...amien

Kakek itu, siapa dia? siapa keluarganya? apakah tak ada seorang pun yang mencari keberadaannya? Ya Allah, berikan aku petunjuk Ya Allah...

Seiring detik berlalu, dalam kepanikan yang menderaku, tiba-tiba kakek itu menggerakkan jari-jari tangannya, dan matanya mulai terbuka perlahan.
"Subhanallah! mukjizat apa ni ya Allah? dia yang tak bernafas kini Kau bukakan matanya dan ia memandangku."

Kukumpulkan keberanianku dan kubertanya padanya, "Kakek, kakek bisa melihatku?" dan kakek itu pun menjawab dengan suara terbata-bata, "Ya anak muda, Kakek tak kuat lagi anak muda, Kakek cuma mau berpesan padamu, janganlah kau berpaling dari Allah Yang Maha Penyayang, yakinlah Dia akan selalu di hati dan pikiranmu, di dunia ini kita hanya mampir sejenak, jangan kau sia-siakan anak muda....Kakek sendiri di dunia ini, tapi Kakek akan pulang ke dunia Kakek yang abadi, Asyhadualla ilahaillallah wa asyhadu anna muhammadarrasulullah......" kakek itu memejamkan matanya kembali dan kali ini mata itu takkan terbuka lagi. Astaghfirullahal adziim....ucapan terakhir kakek itu membuat hatiku bergetar dan aku pun tak kuasa menahan airmatku yang sedari tadi terbendung. "Terima kasih Kek, Insya Allah aku akan menjalankan ucapan Kakek sampai akhir hayatku. Ya Allah, tempatkanlah kakek itu di tempat yang layak ia terima."

De dan Ka mengatakan...

Rasanya, sekujur tubuhku lemas. Sebagian kecil, ah tidak besar , ya, sebagian besar dari diriku mengakui bahwa aku kehilangan dia, meski kami tak sempa bertegur sapa sama sekali. Innalillah....
Sekarang, apa yang mau aku lakukan???
masa'kan tega aku meninggalkannya terbaring di masjid sendiri?
Aku ingin pergi memanggil orang, tapi tak tega meninggalkan ia sendiri. Tapi kalau tak segera diurus, kasihan jenazah hamba Allah yang ini, ia pasti sudah rindu ingin pulang ke lindunganNya. Sejenak aku menimbang-nimbang, masjid masih sepi, kurasa aku bisa menemui si pengurus masjid. Kuputuskan untuk keluar dan mencarinya. Di luar masjid, tak kutemukan siapapun, jalan samping masjid ramai oleh lalu lalang para pekerja kantoran, memang sudah jam tujuh lebih, tapi toh jadwal kerja tiap kantor berbeda-beda. Saking bingungnya kuputuskan untuk bertanya ke rumah-rumah di sekeliling masjid. Kulangkahkan kakiku cepat-cepat ke rumah putih sederhana dengan halaman rimbun di sebelah kanan gerbang masjid, lengang. Pagar kayunya terbuka sedikit. aku melangkah ke halaman, ragu juga cemas karena meninggalkan jenazah si kakek sendirian. Kukuetuk pintu kaca dengan tirai hijau muda milik rumah putih itu, kuuluk salam, kutunggu semenit, tak ada jawaban, kuulangi salamku lalu terdengar sahutan, suara wanita. Pintu dibuka, "Wa'alaukim salam..." wajah perempuan dengan usia yang sudah tak muda lagi menyambutku dengan ramah, "Ada yang bisa dibantu De'", aku gelagapan, sekilas aku teringat wajah seseorang, tapi siapa....??.
"Eh...saya mau numpang tanya bu, kalau boleh tahu, dimana ya rumah penjaga masjid itu??" aku menunjuk ke arah masjid.
si ibu seketika tersenyum, "Penjaga masjidnya suami saya dan anak saya, kebetulan anak saya sedang di rumah, ada perlu apa ya De'?", sebentuk kelegaan hadir di hatiku, "Kalau boleh saya ingin bertemu dengan anak ibu," kataku.
Si ibu tersenyum, "boleh, masuk dulu De'", aku mengangguk. Tak ada semenit dihadapanku berdiri sesosok anak muda, usianya mungkin di bawahku. "ada apa ya mas?" wajahnya ramah tersenyum. Si ibu tak ikut menemuiku lagi. "Eh...Mas mau ikut saya ke majid sebentar Mas?" kataku ragu. Dia tersenyum lagi, "Boleh, tapi kalau boleh tahu, ada urusan apa ya Mas?". aku makin ragu, wajahnya mirip seseorang, bukan, bukan si ibu. "Nanti saya jelaskan, tapi Mas ikut saya ya?". Dia mengangguk, berjalan ke belakang sebentar lalu mengiringiku keluar, berjalan menuju masjid.
Baru sampai di pintu masjid, pria itu berhenti berjalan, matanya lurus menatap sosok kaku si kakek, seketika ia berlari menghambur menyerbu tubuh si kakek, "BAPAAAA.....KKKKKK!!!!" teriakannya kencang menghantam gendang telingaku, bergaung di kubah masjid, tanyaku terjawab, wajahnya dan wajah si ibu mirip wajah kakek tua itu. Kutungu hingga ia tenang, sejam berlalu cepat, aku diam di tempat.
waktu berjalan cepat, aku sudah berada di rumah putih itu lagi, membaca yasin, mendengarkan banyak cerita tentang si kakek, memdapat banyak kata terima kasih dari si ibu yang berurai air mata, juga dampratan kepala bagian tempatku bekerja lewat telpon, ah biarlah. ini kan jarang terjadi.

Posting Komentar