"Silahkan mengutip sebagian atau seluruh tulisan di blog ini dengan SYARAT mencantumkan penaripena.blogspot.com"
Cinta Mentari
“Bunda..apa cinta itu bisa dilihat?”
Bunda tersenyum menatapku. Di elusnya rambutku yang lurus. “Cinta tidak bisa dilihat sayang. Dia hanya bisa dirasakan. Seperti hembusan angin. Kau hanya bisa merasakan kesejukannya, tak bisa melihat wujudnya seperti apa. Tapi, kenapa tiba-tiba kau menanyakannya?”
Aku tersenyum. “Tidak mengapa bunda. Aku hanya ingin tau saja”
“Apa kau sedang jatuh cinta?”, Bunda menatap penuh rasa penasaran.
“Entahlah Bunda, Aku sendiri tidak tau. Aku tak tau apa yang kurasa ini memang cinta atau bukan.”
“Apa Bunda mengenalnya?”
Aku menganggukkan kepala.
“Apa kau ingin selalu berada dekat dengannya?”
Sekali lagi aku menganggukkan kepala.
“Apa ia selalu ada dalam do’a-do’amu?”
Lalu, aku mengangguk yakin.
“Syukurlah…”, kata bunda. “Lalu apa yang akan kau lakukan, anakku? Bukankah kau ingin selalu dekat dengannya?”
“Ya Bunda. Aku memang ingin selalu dekat dengannya. Tapi sebelum aku mendekat dengannya, aku lebih dulu harus mendekatkan diriku pada Dzat yang nantinya akan mendekatkanku padanya. Hingga saat tiba waktunya nanti, kedekatanku padanya bisa lebih mendekatkanku lagi pada-NYA.”
“Bagaimana dengan do’a-do’amu? Apa kau selalu mendo’akannya?”
“Do’aku tetap untukmu yang terutama, Bunda. Do’aku untuknya pun kan tetap ada. Aku ingin ia selalu dalam kebaikan. Selalu dalam lindungan-NYA.”
“Itulah cinta anakku. Sesuatu dimana kau ingin selalu dekat dengannya. Sesuatu dimana kau tak pernah lupa untuk mendo’akannya. Seperti cintaku padamu. Cinta seorang Ibu kepada anaknya. Cinta, dimana ia tak ingin jauh dari anaknya. Cinta, dimana ia kan selalu mendo’akan anaknya. Begitu juga Cinta Tuhan kepada hamba-NYA. DIA ingin kita selalu dekat dengan-NYA.”
Aku tersenyum. Dalam pangkuan bunda, kutidurkan kepalaku dengan manja diatasnya. “Apa Tuhan mencintaiku, Bunda?”
“Tentu sayang. Kau pun juga harus mencintai-NYA.”
“Dengan cara?”
“Mematuhi perintah-NYA dan menjauhi apa yang dilarang-NYA.”
“Hanya itu?”
“Ya. Hanya itu. Niscaya, ketika Tuhan mencintai hamba-NYA maka DIA akan perintahkan malaikat untuk memberi kabar pada seluruh dunia dan isinya, bahwa DIA sangat mencintai hamba-NYA itu. Dan memerintahkan semua makhluk ciptaan-NYA untuk juga mencintai hamba-NYA yang IA cintai itu.”
“Kalau begitu, aku akan merebut cinta-NYA”.
“Rebutlah cinta-NYA, anakku. Cinta yang paling hakiki”.
“Cinta yang akan mengumpulkan kita di Syurga-NYA kelak”.
“Bunda yang akan menjemputmu di pintu Syurga nanti. Bunda janji”, Bunda mengelus pipiku. Aku terlelap dalam pangkuannya.
“Mentari…Bangun nak, sudah pagi. Masak kalah sama matahari, yang sedari tadi sudah mengintip lewat celah jendera kamarmu”, Suara Ayah membangunkanku dari pangkuan bunda.
“Ayah.…tadi Mentari mimpi Bunda.”
13.57
|
Labels:
2. Cerpen,
Pena Langit Senja
|
- 1. Puisi (89)
- 12 rabiul awal (1)
- 2. Cerpen (61)
- 3. Artikel (30)
- 4. Pena Laboratory (4)
- 5. Resensi (7)
- 6. Download (2)
- Dzikir (1)
- Fiksi (2)
- Indonesia Bershalawat (5)
- lomba (2)
- muaulid (1)
- Muhammad (1)
- Novel (2)
- Pena Chiaki (1)
- Pena Choop (4)
- Pena Depiyh (15)
- PENA Kahlil Gibran (3)
- Pena Kun Geia (1)
- Pena Kun-Geia (153)
- Pena Langit Senja (7)
- Pena Lies (5)
- Pena Mei (7)
- Pena Sashca (5)
- PENA Tere-Liye (4)
- Rasulullah (1)
- The Lost Java (1)
Arsip
- November 2020 (4)
- Oktober 2020 (1)
- Agustus 2019 (2)
- Februari 2015 (1)
- Mei 2013 (1)
- Agustus 2012 (1)
- Juli 2012 (2)
- Juni 2012 (1)
- April 2012 (2)
- Desember 2010 (1)
- Agustus 2010 (2)
- Juli 2010 (7)
- Juni 2010 (1)
- Mei 2010 (1)
- April 2010 (2)
- Maret 2010 (5)
- Februari 2010 (6)
- Januari 2010 (1)
- Oktober 2009 (3)
- September 2009 (6)
- Agustus 2009 (16)
- Juli 2009 (15)
- Juni 2009 (8)
- Mei 2009 (7)
- April 2009 (26)
- Maret 2009 (15)
- Februari 2009 (34)
- Januari 2009 (22)
- Desember 2008 (1)
- November 2008 (6)
- Oktober 2008 (19)
0 comments:
Posting Komentar