"Silahkan mengutip sebagian atau seluruh tulisan di blog ini dengan SYARAT mencantumkan penaripena.blogspot.com"

31

Jakarta,Mei 2031
"Sang Hyang Keadilan...tunjukkan jalan....", Darsiman mengusap keningnya lalu melangkah keluar kantor.
---
"Pak Hakim, saya harap anda mau menerima oleh-oleh yang tak seberapa ini..." selembar amplop tebal disorongkan ke hadapan Darsiman.
"Kalau anda pikir saya sama seperti hakim lain, anda salah sangka..." Darsiman memejamkan mata, "saya sudah lama tak tergiur pada harta...."
Si tamu melirik, menebak-nebak benak Darsiman, menimbang-nimbang sesuatu, "Kalau begitu..."
"Saya juga tak tertarik pada perempuan, istri saya sudah lebih dari cukup buat saya...."
Darsiman memandang tamunya yang mulai gelisah.
"Sebenarnya saya masih punya satu kartu yang mungkin akan mengharuskan bapak untuk menuruti kemauan saya...tapi...." si tamu geligutan si kursinya.
Darsiman mendengus, "Katakan saja..."
"Sungguh pak, saya sendiri ragu akan mengatakannya, ini juga terlalu berisiko buat saya....saya rasa bapak sudah tau yang saya maksud, sungguh saya gamang jika harus mengatakannya pada bapak...." keringat mengaliri wajah si tamu.
"Katakan saja, jangan membuat saya jadi terlalu berminat untuk mengadili saudara juga...." Darsiman tersenyum tipis, bukannya sudah cukup atasan saudara saja yang diadili?"
Si tamu tertegun, memandangi Darsiman dengan bingung, "Anda pasti tahu kan yang saya maksud, jadi apa perlu saya katakan?"
"Saudara sepertinya yakin sekali bahwa saya tahu apa yang saudara maksud..." Darsiman memandang tamunya menyelidik, membuat si tamu gelisah.
"Katakan saja, saya tak terlalu suka dengan basa-basi..."
Si tamu menarik napas, "Baik saya katakan..."Si tamu mengusap keringat dinginnya, " Bapak..." satu tarikan napas, "Bapak hakim yang terhormat..." satu tarikan napas panjang, "Bapak adalah penganut agama terlarang ke 31." si tamu melirik pada Darsiman, memastikan reaksinya, tapi kemudian kecewa karena Darsiman memasang muka dingin, "saya punya bukti mengenai itu, saya bisa saja melaporkan bapak jika bapak tidak mengikuti anjuran saya untuk meringankan tuntutan pada atasan saya...." Darsiman merasakan getar suara tamunya, ah, sepertinya ini tak akan lama....
Darsiman tersenyum sejenak, "ya...saya memang penganutnya, dan saya akan dengan senang hati memberi tahu anda satu hal baik..." Darsiman menunggu reaksi tamunya, ketika tak ada sahutan apa pun, Darsiman melanjutkan, sebenarnya agama nomor 31 itu bukan agama, itu hanya ikatan persaudaraan....hanya beberapa bait kalimat yang diucapkan saat akan masuk ke ruang pengadilan." Darsiman mengusap tumpukan file di hadapannya, "Saya sendiri punya agama yang sah dan anda tak perlu tahu agama saya, yang perlu anda tahu, sebagian besar hakim yang menjunjung keadilan mengikuti ikatan ini." Memandang sekali lagi ke tamunya lalu melanjutkan, "Satu lagi, ikatan persaudaraan ini punya perjanjian dengan negara, bahwa satu sama lain tidak akan saling mengganggu selama interaksi kami menguntungkan. Jadi tidak ada gunanya anda menyogok maupun mengancam saya, karena bagi negara, tindakan mengadili atasan saudara yang menjadi penggelap pajak adalah sebuah keuntungan." Tamunya tertegun. Ini saatnya mengakhiri sebelum si tamu membantah kata-katanya.
"Nah...saya rasa cukup sekian penjelasan saya, saya harap saudara berkenan meninggalkan ruangan ini, saya masih punya cukup banyak pekerjaan yang lebih bisa saya pentingkan daripada harus melayani anda. Sampai jumpa di pengadilan." Darsiman menyalami tamunya sembari menuntun menuju pintu sementara si tamu masih dengan susah payah mempercayai apa yang didengarnya. Setengah jam...ah tidak, 31 menit, dan satu pembicaraan tak penting disudahi.

Read More...